ZAMAN MEGALITIKUM
Megalitikum
berasal dari kata “mega” yang berarti besar dan “litik” yang berarti batu jadi
jika di artikan, megalitikum adalah zaman batu dimana manusia yang pada saat
itu hidup dengan peralatan yang terbuat dari batu besar yang kasar. Dulu
masyarakat di zaman ini memiliki kehidupan yang sangat primitif, mereka membuat
alat perkakas yang terbuat dari batu besar yang kasar untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Kemudian zaman megalitikum berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman
Perunggu, pada tradisi megalitik batu tegak itu melambangkan “laki-laki”
sedangkan batu datar melambangkan “perempuan”
Zaman
Megalitikum ini terdapat 2 periode yaitu zaman batu tua dan zaman batu muda,
zaman batu tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolitikum (2500-1500 SM) yang
menghasilkan peninggalan-peninggalan seperti kapak persegi, menhir, punden
berundak, dan arca statis. Kemudian zaman batu muda mulai menyebar ke Indonesia
pada zaman Perunggu (1000-100 SM) yang menghasilkan benda peninggalan seperti
dolmen, waruga / sarkofagus dan arca dinamis dari sekian banyak peninggalan
pada zaman batu tua dan zaman batu muda juga masih menggunakan batu kasar untuk
membentuk benda-benda tersebut.
Dari
berbagai benda-benda atau bangunan yang dihasilkan atau dibuat oleh manusia
pada saat itu memiliki fungsi yang berbeda yaitu:
1. Menhir
adalah sebuah batu besar yang berdiri tegak di tanah yang digunakan untuk
menyembah arwah nenek moyang, selain itu menhir juga sering digunakan untuk
upacara penghormatan kepada roh nenek moyang. Menhir tak hanya berdiri tunggal
tetapi juga ada yang berkelompok, ada pula menhir yang dibuat bersamaan dengan
bangunan lain seperti punden berundak-undak. Di Indonesia tempat yang terdapat
peninggalan benda ini adalah di Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan
Kalimantan.
1.
1. Dolmen
adalah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi untuk meletakkan sesajen yang
dipersembahkan untuk arwah nenek moyang. Dolmen juga berfungsi sebagai
pelinggih dikalangan masyarakat megalitikum yang telah maju serta digunakan
sebagai tempat duduk oleh kepala suku atau raja-raja dan juga digunakan sebagai
tempat untuk mengadakan pertemuan maupun upacara yang berhubungan dengan
pemujaan arwah leluhur.
1.
1. Sarkofagus
adalah tempat untuk meletakkan jenazah yang terbuat dari batu dan pada umumnya
di dalam sarkofagus tersebut terdapat mayat dan bekal kubur seperti periu,
kapak persegi dan benda-benda dari perunggu serta besi. Sarkofagus banyak
ditemukan di Bali, karena menurut masyarakat sekitar sarkofagus memiliki kekuatan
gaib dan berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal oleh
masyarakat Bali itu sejak zaman logam
1.
1. Waruga
adalah kubur batu orang Minahasa yang terbuat dari batu dan terdiri atas 2
bagian, yaitu bagian atas berbentuk segitiga seperti atap rumah dan bagian
bawah berbentuk kotak yang digunakan untuk meletakkan jenazah tersebut. Didalam peti pubur batu ini akan
ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang- tulang manusia,
gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik-
manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang pernah
ditemukan didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur
untuk beberapa individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga
atau kubur komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta
benda lain sengaja disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan
meninggal.
1.
1. Punden
berundak adalah bangunan yang tersusun bertingkat yang berfungsi untuk
menyembah roh nenek moyang. Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang
suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan
Lereng Bukit yang di Jawa Timur,
1. Arca
adalah patung yang berbentuk manusia atau binatang yang digambarkan adalah
gajah, kerbau, harimau dan monyet.
1.
Pada
zaman megalitikum mata pencaharian masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya adalah dengan cara berburu dan meramu, setelah memasuki masa orde baru
sekarang masyarakat tersebut sudah mulai memiliki mata pencaharian yaitu
bercocok tanam. Jika dulu manusia di zaman ini disebut foodgathering yang
artinya mengumpulkan makanan sendiri tetapi sekarang mereka sudah memasukin
taraf foodproducing byang artinya sudah bisa menghasilkan makanan sendiri
dengan cara bercocok tanam. Pada masa ini manusia mulai mengenal sumber alam
dan mulai menguasainya, mereka mulai menanam tanaman dan juga berternak. Demi
mendapatkan lahan untuk menanaman tanaman tersebut mereka harus membakar
pepohonan yang ada di hutan, tanaman yang biasa mereka tanam adalah
umbi-umbian. Jika lahan yang mereka tanami kondisinya kurang baik untuk
digarap, maka mereka segera mencari lahan lain yang seridaknya dapat mereka
garap dengan baik. Masyarakat megalitikum ini juga berternak hewan seperti
kerbau, sapi, dan kuda.
Hidup
yang serba ketergantungan kepada alam ini membuat cara hidup mereka bergotong-royong,
dalam melakukan persembahan/penyembahan kepada arwah leluhur maupun kekuatan
alam, masyarakat ini melakukannya secara bersama-sama. Biasanya yang memimpin upacara
ini adalah masyarakat yang usianya paling tua atau di tuakan oleh masyarakat
yang bersangkutan. Pemimpin inilah yang mempunyai hak untuk menentukan kapan
acara “sedekah bumi” dan upacara-upacara religius lainnya dilaksanakan.
Pemimpin inilah yang juga dipercayai oleh masyarakat setempat dalam hal
mengusir roh jahat, mengobati orang sakit, dan memberikan hukuman kepada
warganya yang melanggar nilai atau hukum yang diberlakukan.
Masyarakat
di zaman batu ini percaya kepada nenek moyang yang pertama kali mendirikan
kampung tempat tinggal mereka. Untuk menghormati arwah para nenek moyang tersebut
maka masyarakat mendirikan menhir yang berupa tiang atau tugu dan mereka juga
memberikan sesajen untuk arwah nenek moyang mereka dengan cara membuat dolmen.
Disebut zaman batu besar karena di zaman ini
menghasilkan benda peninggalan dalam bentuk monumental yang terbuat dari batu
besar yang bahan dasarnya kasar. Kemudian peninggalan ini muncul pada akhir
zaman Neolitikum tetapi berkembang pada zaman perunggu. Suku dayak dengan ras
proto melayu dan bangsa deuteuro melayu (melayu muda) yang migrasi ke Indonesia
dengan membawa kebudayaan dongson yang mempunyai keturunan Jawa, Bali, Bugis,
Madur, dll. Telah ditemukan juga beberapa bukti bahwa telah terjadi pembaruan
antara melayu monggoloide (proto melayu dengan deuteuro melayu) dan papua.
Manusia
di zaman batu besar ini sudah dapat membuat dan menghasilkan kebudayaan yang
terbuat dari batu besar, berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman
Perunggu, dan kepercayaan utamanya adalah animisme. Seberanya kepercayaan
animisme ini juga masih banyak di anut oleh masyarakat yang hidup di zaman
modern ini, mungkin ini adalah salah satu pengaruh yang disebarkan oleh
masyarakat di zaman megalitikum.
Di
Indonesia ada beberapa etnik yang masih memiliki unsur-unsur batu besar yang
dipertahankan hingga sekarang yaitu:
Pasemah
Pasemah
terlekat di wilayah propinsi Sumatera Selatan yang terletak di kaki gunung
Dempo. Peninggalan megalitikum di wilayh ini tersebar sebanyak 19 situs,
bedasarkan penelirian yang dilakukan oleh Budi Wiyana (1996), dari balai
Arkeologi Palembang, peninggalan megalitik di Pasemah mempunyai bentuk yang
sangat unik, yaitu patung-patung yang dipahat begitu dinamis dan monumental,
yang mencirikan kebebasan sang pemahat. Megalitik Pasemah adalah peninggalan
tradisi budaya megalitik di daerah Pasemah (Sumatera Selatan). Megalitik di
Pasemah muncul dengan bentuk yang unik, langka dan mempunyai unsur ke agungan
yang berwujud dalam bentuk monumental. Simbol yang disampaikan oleh pemahat dan
mempunyai pesa religius.
Nias
Dolmen
adalah salah satu monumental yang digunakan untuk memperingati kematian
seseorang di Nias (awal abd ke-20). Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen
megalitik dalam kehidupannya, seperti lompat batu dan kubur batu yang sampai
sekarang masih di perlihatkan. Batu besar juga digunakan sebagai tempat untuk
memecahkan sebuah perselisihan.
Sumba
Etnik
Sumba di Nusa Tenggara Timur juga masih kental dengan menerapkan beberapa elemen
megalitik dalam kegiatan sehari-harinya. Kubur batu pun juga masih ditemukan di
beberapa kampung di Sumba. Meja batu adalah salah satu benda yang digunakan
sebagai tempat pertemuan adat.
Dengan
adanya penemuan sejumlah bangunan-bangunan bersejarah di zaman megalitikum ini
membuktikan bahwa rakyat Sunda kuno cukup religius. Sebelum adanya pengaruh
Hindu dan Budha masuk ke Pulau Jawa, masyarakat Sunda telah mengenal beberapa
kepercayaan seperti percaya kepada leluhur, benda-benda angkasa (matahari,
bulan, pohon, sungaim dan lain-lain) dan juga kepada alam. Kemudian masyarakat
ini dikenalkan dengan teknik bercocok tanam dan beternak dan hal ini membuat
masyarakat setempat percaya dengan kekuatan alam.
Untuk mengungkapkan
rasa bersyukur atas karunia yang telah diberikan oleh alam, mereka melakukan
upacara ritual yang dipersembahkan untuk alam. Untuk itu, mereka percaya bahwa
alam beserta isinya mempunyai kekuatan yang tak bisa dicapai oleh akal dan
pikiran mereka. Untuk melaksanakan ritual atau upacara keagaman, masyarakat
prasejarah berkumpul di komplek megalitik seperti punden berundak-undak,
menhir, dolme, sarkofagus, dan lain-lain. Bagunan batu besar ini banyak sekali
ditemukan di sepanjang wilayah Jawa Barat.
Berdasarkan
penemuan-penemuan arkeologis diketahui bahwa peradaban megalitikum lebih banyak
berkaitan dengan tradisi memuja roh dan arwah nenek moyang. Bangunan-bangunan
tersebut seperti menhir, dolmen, sarkofagus, dan lain-lain adalah salah satu
bentuk fisik kepercayaan animisme dan dinamisme pada zaman prasejarah.
Kepercayaan
terhadap animisme ini berlangsung terus sampai sekarang dan mengalami proses
evolusi yang sangat panjang. Dibeberapa suku bangsa di Indonesia kepercayaan
tersebut masih ada walaupun dengan bentuk yang berbeda-beda. Uapacara tersebut
biasanya dilakukan oleh sesorang yang memiliki keahlian khusus yang bisa
menghubungkan dunia nyata dengan roh halus. Biasanya orang yang memiliki
keahlian tersebut adalah seorang yang berprofesi sebagai dukun atau kuncen,
bahkan banyak anggota masyarakat modern yang masih percaya dengan benda yang
dimiliki oleh masing-masing personal seperti batu ali (cincin) yang diduga bisa
membawa berkah dan zaman dulu mayoritas masyarakat setempat memiliki batu
cincin tersebut, tak hanya zaman dahulu saja, sekarang pun yang zamannya modern
masih ada orang yang percaya dengan benda-benda tersebut.
Pemujaan
terhadap arwah nenek moyang dari tradisi megalitik yang dilatar belakangi oleh
pendapat bahwa nenek moyang yang meninggal dari zaman megalitikum itu masih
hidup tetapi di dunia arwah, nah arwah tersebut pun diyakini masyarakat
setempat telah bersemayam di tempat-tempat tertentu yang dianggap suci seperti
contoh gunung-gunung yang tinggi.
Dan
hampir semua benda-benda dizaman megalitikum ini digunakan sebagai alat untuk
mendekatkan diri kepada arwah nenek moyang, baik dalam tradisi megalitik
prasejarah maupun tradisi megalitik yang masih berlanjut, megalitikum muncul
untuk digunakan masyarakat yang hidup pada masa tersebut sebagai alat
peribadatan atau penguburan. Dan dari hasil penelusuran, telah diketahui bahwa
peninggalan zaman megalitikum ini tidak hanya berkaitan dengan
kebutuhan-kebutuhan yang bersifat sakral/ banyak sekali peninggalan yang ada
hubungannya dengan kebutuhan sehari-hari pun juga disebut sebagai peninggalam
zaman megalitikum, contohnya ada batu tegak yang berfungsi sebagai batas perkampungan,
lalu ada susunan batu-batu besar untuk persawahan, ada juga lumpang batu yang
dipergunakan untuk menumbuk biji-bijian, dan lain-lain
1 comments:
Write commentsmakasihh
ReplyEmoticonEmoticon