pengertian zaman megalitikum

8:28 PM

ZAMAN MEGALITIKUM

Megalitikum berasal dari kata “mega” yang berarti besar dan “litik” yang berarti batu jadi jika di artikan, megalitikum adalah zaman batu dimana manusia yang pada saat itu hidup dengan peralatan yang terbuat dari batu besar yang kasar. Dulu masyarakat di zaman ini memiliki kehidupan yang sangat primitif, mereka membuat alat perkakas yang terbuat dari batu besar yang kasar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemudian zaman megalitikum berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu, pada tradisi megalitik batu tegak itu melambangkan “laki-laki” sedangkan batu datar melambangkan “perempuan”
Zaman Megalitikum ini terdapat 2 periode yaitu zaman batu tua dan zaman batu muda, zaman batu tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolitikum (2500-1500 SM) yang menghasilkan peninggalan-peninggalan seperti kapak persegi, menhir, punden berundak, dan arca statis. Kemudian zaman batu muda mulai menyebar ke Indonesia pada zaman Perunggu (1000-100 SM) yang menghasilkan benda peninggalan seperti dolmen, waruga / sarkofagus dan arca dinamis dari sekian banyak peninggalan pada zaman batu tua dan zaman batu muda juga masih menggunakan batu kasar untuk membentuk benda-benda tersebut.
Dari berbagai benda-benda atau bangunan yang dihasilkan atau dibuat oleh manusia pada saat itu memiliki fungsi yang berbeda yaitu:
1. Menhir adalah sebuah batu besar yang berdiri tegak di tanah yang digunakan untuk menyembah arwah nenek moyang, selain itu menhir juga sering digunakan untuk upacara penghormatan kepada roh nenek moyang. Menhir tak hanya berdiri tunggal tetapi juga ada yang berkelompok, ada pula menhir yang dibuat bersamaan dengan bangunan lain seperti punden berundak-undak. Di Indonesia tempat yang terdapat peninggalan benda ini adalah di Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan.



1.      

1. Dolmen adalah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi untuk meletakkan sesajen yang dipersembahkan untuk arwah nenek moyang. Dolmen juga berfungsi sebagai pelinggih dikalangan masyarakat megalitikum yang telah maju serta digunakan sebagai tempat duduk oleh kepala suku atau raja-raja dan juga digunakan sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan maupun upacara yang berhubungan dengan pemujaan arwah leluhur.

1.   

1. Sarkofagus adalah tempat untuk meletakkan jenazah yang terbuat dari batu dan pada umumnya di dalam sarkofagus tersebut terdapat mayat dan bekal kubur seperti periu, kapak persegi dan benda-benda dari perunggu serta besi. Sarkofagus banyak ditemukan di Bali, karena menurut masyarakat sekitar sarkofagus memiliki kekuatan gaib dan berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal oleh masyarakat Bali itu sejak zaman logam


1.     

1. Waruga adalah kubur batu orang Minahasa yang terbuat dari batu dan terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian atas berbentuk segitiga seperti atap rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang digunakan untuk meletakkan jenazah tersebut. Didalam peti pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang- tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik- manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang pernah ditemukan didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga atau kubur komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta benda lain sengaja disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan meninggal.

1.  

1. Punden berundak adalah bangunan yang tersusun bertingkat yang berfungsi untuk menyembah roh nenek moyang. Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit yang di Jawa Timur,


1. Arca adalah patung yang berbentuk manusia atau binatang yang digambarkan adalah gajah, kerbau, harimau dan monyet.

1.     

Pada zaman megalitikum mata pencaharian masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya adalah dengan cara berburu dan meramu, setelah memasuki masa orde baru sekarang masyarakat tersebut sudah mulai memiliki mata pencaharian yaitu bercocok tanam. Jika dulu manusia di zaman ini disebut foodgathering yang artinya mengumpulkan makanan sendiri tetapi sekarang mereka sudah memasukin taraf foodproducing byang artinya sudah bisa menghasilkan makanan sendiri dengan cara bercocok tanam. Pada masa ini manusia mulai mengenal sumber alam dan mulai menguasainya, mereka mulai menanam tanaman dan juga berternak. Demi mendapatkan lahan untuk menanaman tanaman tersebut mereka harus membakar pepohonan yang ada di hutan, tanaman yang biasa mereka tanam adalah umbi-umbian. Jika lahan yang mereka tanami kondisinya kurang baik untuk digarap, maka mereka segera mencari lahan lain yang seridaknya dapat mereka garap dengan baik. Masyarakat megalitikum ini juga berternak hewan seperti kerbau, sapi, dan kuda.
Hidup yang serba ketergantungan kepada alam ini membuat cara hidup mereka bergotong-royong, dalam melakukan persembahan/penyembahan kepada arwah leluhur maupun kekuatan alam, masyarakat ini melakukannya secara bersama-sama. Biasanya yang memimpin upacara ini adalah masyarakat yang usianya paling tua atau di tuakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Pemimpin inilah yang mempunyai hak untuk menentukan kapan acara “sedekah bumi” dan upacara-upacara religius lainnya dilaksanakan. Pemimpin inilah yang juga dipercayai oleh masyarakat setempat dalam hal mengusir roh jahat, mengobati orang sakit, dan memberikan hukuman kepada warganya yang melanggar nilai atau hukum yang diberlakukan.
Masyarakat di zaman batu ini percaya kepada nenek moyang yang pertama kali mendirikan kampung tempat tinggal mereka. Untuk menghormati arwah para nenek moyang tersebut maka masyarakat mendirikan menhir yang berupa tiang atau tugu dan mereka juga memberikan sesajen untuk arwah nenek moyang mereka dengan cara membuat dolmen.
Disebut zaman batu besar karena di zaman ini menghasilkan benda peninggalan dalam bentuk monumental yang terbuat dari batu besar yang bahan dasarnya kasar. Kemudian peninggalan ini muncul pada akhir zaman Neolitikum tetapi berkembang pada zaman perunggu. Suku dayak dengan ras proto melayu dan bangsa deuteuro melayu (melayu muda) yang migrasi ke Indonesia dengan membawa kebudayaan dongson yang mempunyai keturunan Jawa, Bali, Bugis, Madur, dll. Telah ditemukan juga beberapa bukti bahwa telah terjadi pembaruan antara melayu monggoloide (proto melayu dengan deuteuro melayu) dan papua.
Manusia di zaman batu besar ini sudah dapat membuat dan menghasilkan kebudayaan yang terbuat dari batu besar, berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu, dan kepercayaan utamanya adalah animisme. Seberanya kepercayaan animisme ini juga masih banyak di anut oleh masyarakat yang hidup di zaman modern ini, mungkin ini adalah salah satu pengaruh yang disebarkan oleh masyarakat di zaman megalitikum.
Di Indonesia ada beberapa etnik yang masih memiliki unsur-unsur batu besar yang dipertahankan hingga sekarang yaitu:
Pasemah
Pasemah terlekat di wilayah propinsi Sumatera Selatan yang terletak di kaki gunung Dempo. Peninggalan megalitikum di wilayh ini tersebar sebanyak 19 situs, bedasarkan penelirian yang dilakukan oleh Budi Wiyana (1996), dari balai Arkeologi Palembang, peninggalan megalitik di Pasemah mempunyai bentuk yang sangat unik, yaitu patung-patung yang dipahat begitu dinamis dan monumental, yang mencirikan kebebasan sang pemahat. Megalitik Pasemah adalah peninggalan tradisi budaya megalitik di daerah Pasemah (Sumatera Selatan). Megalitik di Pasemah muncul dengan bentuk yang unik, langka dan mempunyai unsur ke agungan yang berwujud dalam bentuk monumental. Simbol yang disampaikan oleh pemahat dan mempunyai pesa religius.
Nias
Dolmen adalah salah satu monumental yang digunakan untuk memperingati kematian seseorang di Nias (awal abd ke-20). Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen megalitik dalam kehidupannya, seperti lompat batu dan kubur batu yang sampai sekarang masih di perlihatkan. Batu besar juga digunakan sebagai tempat untuk memecahkan sebuah perselisihan.
Sumba
Etnik Sumba di Nusa Tenggara Timur juga masih kental dengan menerapkan beberapa elemen megalitik dalam kegiatan sehari-harinya. Kubur batu pun juga masih ditemukan di beberapa kampung di Sumba. Meja batu adalah salah satu benda yang digunakan sebagai tempat pertemuan adat.
Dengan adanya penemuan sejumlah bangunan-bangunan bersejarah di zaman megalitikum ini membuktikan bahwa rakyat Sunda kuno cukup religius. Sebelum adanya pengaruh Hindu dan Budha masuk ke Pulau Jawa, masyarakat Sunda telah mengenal beberapa kepercayaan seperti percaya kepada leluhur, benda-benda angkasa (matahari, bulan, pohon, sungaim dan lain-lain) dan juga kepada alam. Kemudian masyarakat ini dikenalkan dengan teknik bercocok tanam dan beternak dan hal ini membuat masyarakat setempat percaya dengan kekuatan alam.
Untuk mengungkapkan rasa bersyukur atas karunia yang telah diberikan oleh alam, mereka melakukan upacara ritual yang dipersembahkan untuk alam. Untuk itu, mereka percaya bahwa alam beserta isinya mempunyai kekuatan yang tak bisa dicapai oleh akal dan pikiran mereka. Untuk melaksanakan ritual atau upacara keagaman, masyarakat prasejarah berkumpul di komplek megalitik seperti punden berundak-undak, menhir, dolme, sarkofagus, dan lain-lain. Bagunan batu besar ini banyak sekali ditemukan di sepanjang wilayah Jawa Barat.
Berdasarkan penemuan-penemuan arkeologis diketahui bahwa peradaban megalitikum lebih banyak berkaitan dengan tradisi memuja roh dan arwah nenek moyang. Bangunan-bangunan tersebut seperti menhir, dolmen, sarkofagus, dan lain-lain adalah salah satu bentuk fisik kepercayaan animisme dan dinamisme pada zaman prasejarah.
Kepercayaan terhadap animisme ini berlangsung terus sampai sekarang dan mengalami proses evolusi yang sangat panjang. Dibeberapa suku bangsa di Indonesia kepercayaan tersebut masih ada walaupun dengan bentuk yang berbeda-beda. Uapacara tersebut biasanya dilakukan oleh sesorang yang memiliki keahlian khusus yang bisa menghubungkan dunia nyata dengan roh halus. Biasanya orang yang memiliki keahlian tersebut adalah seorang yang berprofesi sebagai dukun atau kuncen, bahkan banyak anggota masyarakat modern yang masih percaya dengan benda yang dimiliki oleh masing-masing personal seperti batu ali (cincin) yang diduga bisa membawa berkah dan zaman dulu mayoritas masyarakat setempat memiliki batu cincin tersebut, tak hanya zaman dahulu saja, sekarang pun yang zamannya modern masih ada orang yang percaya dengan benda-benda tersebut.
Pemujaan terhadap arwah nenek moyang dari tradisi megalitik yang dilatar belakangi oleh pendapat bahwa nenek moyang yang meninggal dari zaman megalitikum itu masih hidup tetapi di dunia arwah, nah arwah tersebut pun diyakini masyarakat setempat telah bersemayam di tempat-tempat tertentu yang dianggap suci seperti contoh gunung-gunung yang tinggi.
Dan hampir semua benda-benda dizaman megalitikum ini digunakan sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada arwah nenek moyang, baik dalam tradisi megalitik prasejarah maupun tradisi megalitik yang masih berlanjut, megalitikum muncul untuk digunakan masyarakat yang hidup pada masa tersebut sebagai alat peribadatan atau penguburan. Dan dari hasil penelusuran, telah diketahui bahwa peninggalan zaman megalitikum ini tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat sakral/ banyak sekali peninggalan yang ada hubungannya dengan kebutuhan sehari-hari pun juga disebut sebagai peninggalam zaman megalitikum, contohnya ada batu tegak yang berfungsi sebagai batas perkampungan, lalu ada susunan batu-batu besar untuk persawahan, ada juga lumpang batu yang dipergunakan untuk menumbuk biji-bijian, dan lain-lain

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments